Dibandingkan dengan negara-negara lain, inklusi keuangan di Indonesia terbilang masih cukup rendah. Padahal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meyakini bahwa inklusi keuangan dapat mendukung pemulihan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Indonesia.
Di sejumlah negara, inklusi keuangan menjadi isu yang penting. Inklusi keuangan yang merata di seluruh lapisan masyarakat dinilai dapat meningkatkan pemerataan ekonomi, khususnya untuk para pelaku UMKM, mengentaskan kemiskinan, dan juga meningkatkan mobilitas sosial.
Peningkatan inklusi keuangan pun saat ini terus digenjot pemerintah bersama dengan sejumlah pemangku kepentingan terkait. Ada sejumlah permasalahan yang dinilai dapat menghambat inklusi keuangan di Indonesia. Apa saja itu? Simak informasinya di bawah!
Tantangan Inklusi Keuangan di Indonesia
Salah satu tantangan terbesar dari inklusi keuangan di Indonesia adalah fakta bahwa Indonesia memiliki kondisi geografis yang luas yang terdiri dari belasan ribu pulau. Permasalahan tersebut juga didukung oleh fakta mengenai populasi masyarakat Indonesia yang kebanyakan tinggal di wilayah pedesaan, sehingga membuat inklusi keuangan menjadi hal yang sulit dijangkau.
Namun, di antara kedua tantangan tadi, setidaknya ada lima tantangan lain yang dipaparkan oleh Direktur Planning & Transformation Telkomsel Wong Soon Nam, di antaranya:
1. Banyaknya masyarakat unbanked
Hambatan pertama soal inklusi keuangan di Indonesia adalah fakta bahwa masih cukup banyak dari masyarakat Indonesia yang unbanked atau tidak memiliki akses perbankan. Menurut sejumlah laporan, disebutkan bahwa ada sekitar 40-60% dari masyarakat Indonesia yang unbanked. Tentu ini, ini menjadi peluang yang besar bagi perusahaan financial technology (fintech) untuk menjembatani hal tersebut dengan menyediakan layanan keuangan digital.
Baca Juga: Konvergensi Telko dan Industri Finansial: Simbiosis Mutualisme yang Lahirkan Inovasi Fintech
2. Fokus pada masyarakat perkotaan
Nah, meski sekarang ini sudah banyak perusahaan fintech yang menawarkan layanan keuangan digital, tidak semua lapisan masyarakat bisa menerima manfaatnya. Disebutkan bahwa kebanyakan dari pemberi layanan keuangan digital ini hanya fokus pada masyarakat perkotaan atau mereka yang memiliki penghasilan tinggi.
Sebaliknya, mereka yang tinggal di pedesaan atau tidak berpenghasilan tinggi memiliki kesulitan untuk mengakses semua layanan keuangan tersebut. Salah satu laporan menyebut bahwa 85% dari penyedia layanan peer-to-peer lending (P2P lending) hanya memfokuskan layanan pada masyarakat yang tinggal di Jakarta atau di Pulau Jawa. Sementara 15%-nya untuk masyarakat di luar Pulau Jawa.
3. Tingginya biaya jasa
Permasalahan berikutnya yang tak kalah menarik adalah tingginya biaya dari penyedia jasa keuangan. Rupanya, tidak sedikit dari masyarakat Indonesia yang concern akan hal tersebut. Biaya jasa yang mahal membuat masyarakat enggan mengambil atau menerima jasa dari lembaga atau institusi keuangan tersebut.
4. Pertemuan fisik
Tau nggak sih kamu kalau masyarakat Indonesia itu masih ada yang mengandalkan pertemuan fisik lho. Faktor inilah yang membuat sebagian masyarakat Indonesia, terutama mereka yang ada di pedesaan tidak nyaman ketika berurusan dengan aplikasi digital. Sebab, mereka ternyata lebih senang mengakses penyedia jasa keuangan yang terlihat secara fisik.
Sebuah survei menyebutkan bahwa 1/3 responden mengatakan alasan mengapa mereka tidak menggunakan jasa keuangan digital adalah karena mereka tidak memiliki akses ke individu secara fisik untuk membantu dan menjelaskan secara langsung produknya.
5. Belum ada rasa percaya dan aman
Kurangnya rasa percaya dan aman terhadap lembaga jasa keuangan juga menjadi salah satu alasan yang beredar di kalangan masyarakat. Rasa ketidakpercayaan dan aman ini muncul salah satunya karena mereka tidak mengetahui betul perusahaan tersebut.
Pada akhirnya mereka merasa tidak nyaman dan tidak rela jika uang yang mereka dapatkan dengan susah payah tersebut dimasukkan atau ditransaksikan ke dalam perusahaan yang tidak mereka kenal. Belum lagi kebanyakan dari mereka merasa prihatin atau khawatir terhadap keamanan di dunia internet, mengingat pada 2020 telah terjadi lebih dari 200 juta serangan siber di Indonesia.
Baca Juga: Mengenal Bisnis Aggregator di Sektor Finansial
Nah, kira-kira seperti itu tantangan utama penggunaan layanan jasa keuangan yang pada akhirnya turut menghambat inklusi keuangan di Indonesia. Sebagai perusahaan yang telah melakukan transformasi digital, Telkomsel menghadirkan solusi bagi persoalan tersebut.
Salah satunya adalah dengan berinvestasi di banyak startup dan perusahaan penyedia jasa keuangan. Tak ketinggalan, baru-baru ini Telkomsel meluncurkan produk terbaru di bidang finansial, yakni Telkomsel klop!. Loan aggregator platform ini memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam menemukan, membandingkan, dan memilih produk pinjaman yang sesuai kebutuhan dari penyedia fintech terpercaya di seluruh Indonesia cukup melalui satu aplikasi.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai Telkomsel klop! silakan kunjungi situs www.klop.co.