Terus Berinovasi di Era Digitalisasi dalam Masa Pandemi
“Innovation is not an option”. Ungkapan tersebut patut disematkan bagi para startup yang masih berada di tahap awal hingga perusahaan yang telah menjadi organisasi besar. Mereka perlu melahirkan inovasi secara konsisten untuk menjaga bisnisnya tetap berkelanjutan dan senantiasa relevan dengan perkembangan zaman.
Apa iya inovasi sepenting itu? Jika tidak percaya, banyak perusahaan-perusahaan yang dulu berjaya sekarang tiada daya, misalnya Yahoo! yang pernah berjaya di awal 2000an. Perjuangan mereka melewati dotcom bubble seakan tak berarti setelah Yahoo! kalah bersaing dalam menciptakan inovasi di dalam produknya, baik itu mesin pencari maupun email.
Lantas, bagaimana sebuah startup maupun korporasi dapat menciptakan sebuah inovasi? Seminar daring kedua dari “The NextDev Hub X Huawei Webinar Series” yang diselenggarakan secara virtual pada Selasa, 16 Juni 2020, punya jawabannya. Webinar yang mengambil tema “ICT Market Trend and Business Innovation” tersebut menjelaskan bagaimana tren saat ini dapat membantu pelaku industri melahirkan inovasi sesuai dengan kebutuhan konsumen.
Maka dari itu, untuk menciptakan inovasi yang berarti, pelaku industri harus memahami apa yang sedang terjadi dan dibutuhkan di tengah masyarakat. Jika melihat tren saat ini, selama 10 tahun terakhir, semakin banyak masyarakat yang menikmati transformasi digital di dalam kehidupannya.
Menurut Senior Consultant Huawei Simon Tsang yang menjadi pembicara dalam seminar daring kedua dari “The NextDev Hub X Huawei Webinar Series” ini, ada empat hal yang mendorong transformasi digital, khususnya bagi pelaku bisnis. Keempatnya meliputi penurunan pendapatan, perubahan ekspektasi dari pelanggan, kompetisi dengan pesaing, serta perubahan pasar akibat dari pengaruh kemajuan teknologi.
Baca Juga: Mencari Talenta Digital Indonesia
Transformasi digital pun berperan besar terhadap pengembangan sosial di tengah masyarakat dalam menghadapi era intelligentization sebagai bagian dari Revolusi Industri 4.0 bagi peradaban manusia. Di fase ini, cara-cara baru lahir mengiringi kemajuan berbagai sektor. Transportasi, misalnya, yang semakin dimudahkan melalui pemesanan via aplikasi. Selain itu, pembayaran non-tunai pun mampu mengubah kebiasaan lama dalam melakukan transaksi.
Pandemi yang Mengakselerasi Digitalisasi
Pandemi COVID-19 telah membuat tatanan kehidupan harus mengadopsi kenormalan baru untuk melindungi masyarakat dari penyebaran virus corona yang semakin luas. Hal ini membuatnya dianggap mampu mengakselerasi digitalisasi secara luas, mulai dari birokrasi di dalam sistem pemerintahan hingga ekonomi, sekaligus membuat konsumsi yang dipenuhi secara online menjadi konsumsi yang mainstream.
Hal tersebut juga berdampak terhadap transformasi digital di berbagai lini, baik itu secara personal, lingkup rumah tangga, hingga skala organisasi. Dilihat dari sudut pandang individu, pandemi mendorong kebiasaan untuk terhubung secara virtual, hingga berbelanja dan bekerja secara online, sejalan dengan semakin populernya e-commerce dan aplikasi produktivitas.
Pada level rumah tangga, perubahan perilaku akan tampak pada peningkatan aktivitas belajar online hingga penggunaan smart home device. Sedangkan di tingkat organisasi, pertumbuhan digitalisasi akan terasa pada lingkup kolaborasi yang lebih luas dan kompleks hingga pertumbuhan pasar SaaS (Software as a Service) secara enterprise.
Apa yang bisa diambil bagi para startup dan perusahaan dari fenomena ini? Mereka harus bersiap untuk memanfaatkan peluang dengan ikut mendorong transformasi digital melalui inovasi yang diimbangi dengan digitalisasi operasionalnya. Baik startup maupun perusahaan bisa mengambil inspirasi dari pemanfaatan transformasi digital yang sudah ada terlebih dahulu, seperti otomasi pada proses produksi di dalam pabrik pembuatan mobil, hingga penggunaan robot dan drone sebagai pengantar barang.
Innovation Journey
Eko Seno Prianto, General Manager of Business Incubation Telkomsel dalam seminar daring kedua dari “The NextDev Hub X Huawei Webinar Series” ini mengatakan bahwa terciptanya inovasi memiliki pola yang umum. Hal tersebut perlu dipahami, khususnya bagi penggiat startup, untuk menciptakan inovasi yang mampu berkembang seiring dengan pertumbuhan startup itu sendiri. Seno menyebut pola umum tersebut meliputi empat tahap di dalamnya.
Pertama adalah fase discovery & ideation. Di sini, startup akan merumuskan masalah yang telah ditemukan dan menggalinya lebih dalam sampai akhirnya menemukan tipikal solusi untuk memecahkannya. Kemudian, tahap kedua meliputi prototyping & test. Sesuai namanya, pada fase ini startup sudah menghasilkan prototipe dari produk yang menjadi solusi mereka, yang diikuti dengan serangkaian uji coba sebelum dianggap layak untuk dipasarkan.
Lalu, startup akan masuk ke dalam fase piloting & commercial, yang ditandai dengan pemanfaatan produk untuk mendapatkan basis pengguna hingga pendapatan. Tahap final dari innovation journey ini adalah scale up & expand. Di sini, startup akan meningkatkan kapasitas produk yang telah diciptakan sebagai bagian dari strategi ekspansi ke daerah yang lebih luas.
Tak ketinggalan, Seno turut menitikberatkan fase prototyping & test serta piloting & commercial sebagai ‘jurang kematian’. Pasalnya, banyak startup yang jatuh gagal di tahap-tahap tersebut. Alasannya pun beragam, mulai dari keterbatasan modal, minimnya jaringan, talenta yang kurang memadai, hingga peran pendiri yang kurang menginspirasi startup tersebut.
Jika penjelasan di atas menjadi jalur bagi para startup untuk berinovasi, bagaimana dengan perusahaan? Seno pun tak melupakannya. Menurutnya, ada tiga pendekatan baru yang bisa diterapkan korporasi, yaitu intrapreneurship, corporate accelerators, dan venture arms.
Baca Juga: Mengenal VoLTE: Manfaat dan Cara Menggunakannya
Intrapreneurship merupakan pembuatan tim khusus secara internal yang dapat bekerja sesuai proyek inovasi tertentu. Sistem pembentukannya dapat dilakukan secara top down (manajemen menunjuk sejumlah orang ke dalam sebuah tim dan mengerjakan proyek yang telah ditentukan) dan bottom up (karyawan secara proaktif membentuk tim, melakukan presentasi ide inovasi, dan menjalankannya setelah mendapat persetujuan manajemen).
Kemudian, corporate accelerators merupakan strategi kolaborasi perusahaan dengan startup. Tujuannya untuk meningkatkan aset internal dengan mengadopsi kapabilitas yang dimiliki oleh pihak eksternal. Sedangkan venture arms berarti perusahaan melakukan investasi ke startup yang memungkinkan perusahaan untuk menciptakan sinergi yang lebih kuat.
Melengkapi penyampaian dari Seno, Simon turut memberikan sebuah guideline, baik bagi startup maupun perusahaan, dalam mengembangkan layanan digital yang inovatif. Guideline tersebut bernama ROADS, singkatan dari Real-time, On-demand, All-online, DIY, dan Social.
Real-time menunjukkan bagaimana solusi tersebut mampu diakses dan memberikan informasi terbaru secara real-time. Kemudian, On-demand dan All-online menggambarkan kebutuhan konsumen untuk melakukan kustomisasi terhadap layanan yang bisa diakses di mana pun dan kapan pun. Sedangkan elemen DIY dan Social berarti ia memberikan kemudahan untuk diakses secara mandiri, dan memungkinkan penggunanya untuk terhubung dengan orang lain.
To Infinity, and Beyond
“Data is the new oil”. Saat ini, data pengguna internet menjadi sangat berharga, sekaligus menjadikannya sebagai sumber daya utama dalam ekonomi digital saat ini, menggantikan peran minyak di tatanan ekonomi konvensional. Dari sini, ekonomi digital menghadirkan peluang besar bagi perkembangan industri, sekaligus pertumbuhan startup dan perusahaan di dalamnya.
Pertanyaannya, bagaimana startup maupun perusahaan bisa mengikuti perkembangan ini? Menurut Simon, salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan memiliki infrastruktur yang memadai. Mengingat ekonomi digital harus dimaksimalkan secara jangka panjang, maka 5G + VIABC (Video, Internet of Things, Artificial Intelligence, Big Data, dan Cloud) merupakan infrastruktur yang mampu mendorong inovasi bisnis di era sekarang dan di masa depan.
Teknologi 5G menjadi esensial lantaran tingginya kecepatan serta minimnya latensi yang dimilikinya mampu membuka pengembangan berbagai teknologi. Salah satunya adalah fungsi kendali jarak jauh yang dapat diterapkan secara lebih luas di dunia kesehatan hingga proyek pembangunan. Kemudian, ada video sebagai bentuk konten yang paling dinikmati saat ini, baik itu dari segi konsumsi pribadi, cara media berkomunikasi, dan menjalani pekerjaan.
Baca Juga: Mengenal Kategori Film Sesuai Usia Penonton
Selanjutnya, perpaduan antara IoT, AI, big data, dan cloud menjadi kombinasi yang mampu memperkuat digitalisasi infrastruktur dan operasional perusahaan. Contoh nyatanya bisa dilihat dari smart city, swalayan otomatis tanpa kasir, dan pertumbuhan bisnis cloud.
Berbagai insight yang disampaikan di atas diharapkan mampu menginspirasi para penggiat ekosistem digital untuk terus berinovasi dengan mengimplementasikan teknologi terkini. Nah, buat kamu yang ingin tahu lebih tentang perkembangan di dunia digital saat ini, jangan sampai ketinggalan seminar berikutnya dari “The NextDev Hub X Huawei Webinar Series”.
Masih ada sembilan webinar menarik yang patut disimak, dengan sesi selanjutnya akan diselenggarakan pada Selasa, 23 Juni 2020, pukul 13.00 - 16.00 WIB. Topik yang akan dibahas pada seminar daring tersebut adalah “5G+ Accelerate Industry Transformation”. Butuh informasi lebih lanjut? Langsung saja akses akun media sosial resmi The NextDev berikut ini:
Instagram: https://instagram.com/thenextdev
Twitter: https://twitter.com/the_nextdev
Facebook: https://facebook.com/thenextdev